Pemanfaatan Media Jurnalstik Sebagai Sarana Dakwah
Makalah Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu
Jurnalistik
Di Susun Oleh :
Muhammad Syaihkodir (12530057)
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN JURNALISTIK (B)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
RADEN FATAH PALEMBANG
2013
Kata Pengantar
Assalamualaikum wr.wb
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kepeda tuhan yg maha esa,karena atas berkat
rahmat dan limpahan rahmat nya lah maka
kami bias menyelesaikan tugas sebuah makalah tentang pemanfaatan media
jurnalistik sebagai sarana dakwah.
Berikut ini
kami persembahkan sebuah makalah tentang pemanfaatan media jurnalistik sebagai
sarana dakwah yg menurut kami dapat memberikan manfaat yg besar bagi kita untuk
mempelajari,mengetahui bagaimana manfaat media dalam sarana dakwah.
Melalui
kata pengantar ini kami terlebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yg kami buat kurang
tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini
kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
allah swt memberkahi makalah ini
sehingga dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum wr.wb
Palembang , Juni 2013
penyusun
PENDAHULUAN
Dalam
perkembangan sejarah kaum muslimin, persinggungan antara dakwah dengan berbagai
permasalahan tidak dapat dihindarkan. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan
dakwah itu sendiri yaitu mengajak umat manusia untuk mengerjakan yang ma’ruf dan
menjauhi yang munkar. Proses untuk mengajak seseorang ataupun komunitas menuju
arahan perilaku yang lebih baik dan menjauhi keburukan tentu saja tidak semudah
membalik telapak tangan. Semuanya harus melalui proses yang terencana dan
terkonsep dengan baik. Disamping itu dibutuhkan pula media-media yang dapat
membuat kegiatan dakwah menjadi lebih efektif dan efisien.
Menyadari
arti penting penggunaan media tersebut, sejak jaman dahulu para da’i telah
mamanfaatkannya untuk kepentingan dakwah. Untuk membuktikanya kita bisa
menengok kembali dengan apa yang telah dilakukan oleh Walisongo dalam
menjalankan syi’arnya. Mereka melihat bahwa budaya dapat dipakai sebagai sarana
untuk mengembangkan dakwah. Oleh karena itu tidak mengherankan pada waktu itu
produk budaya semisal wayang ataupun gamelan dimanfaatkan didalam dakwahnya.
Dalam
masa yang lebih maju, media dakwah makin berkembang. Dakwah sudah tidak lagi
dikembangkan hanya sebatas menggunakan media tradisional seperti itu saja akan
tetapi sudah mulai dikembangkan melalui pemanfaatan media-media lain seperti
melalui lembaga-lembaga formal maupun informal, dan juga pemanfaatan media
massa cetak maupun media elektronik ataupun berbagai varian media lainya.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Jurnalisme Dakwah
Jurnalisme pertama kali ada di Amerika saat
munculnya “Acta Diurna”, sejenis mading untuk menginformasikan tentang
keputusan senat. Jurnalisme merupakan dunia yang berkaitan dengan
kejurnalistikan. Jurnalistik itu sendiri berarti segala aktivitas peliputan,
pengolahan dan pemberitahuan berita atau informasi kepada masyarakat.
Adapun jurnalisme
dakwah yaitu aktivitas peliputan, pengolahan dan pemberitahuan berita yang
berisi amar ma’ruf nahi munkar. Tonggak jurnalisme dakwah adalah majalah “
Al-Urwatul Wusqa”, sebuah majalah yang dikelola oleh Jmaluddin al-Afghani dan
Rasyid Ridha.
B.
Pengertian Junalisme
Dakwah
Jurnalistik
atau Journalisme berasal dari perkataan Journal, artinya
catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, bisa juga berarti
surat kabar. Journal bersal dari
perkataan Latin diurnalis, artinya
harian atau tiap hari.
MacDougall
menebutkan bahwa journalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta,
dan melaporkan peristiwa.Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan
ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang
melakukan secara sadar dan berencana dalam berusaha mempengaruhi orang lain
baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya
suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran
agama sebagai message yang
disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan.
Jurnalistik Islami adalah Jurnalisme
dakwah, maka setiap jurnalis muslim, yakni wartawan dan penulis yang
beragam Islam berkewajiban menjadikan Islam sebagai ideologi dalam profesinya,
baik yang bekerja pada media massa umum maupun media massa Islam (Muis, 2001;
Amir,1999). Di sisi lain dakwah merupakan kewajiban yang melekat pada diri
setiap muslim.
Romli (2003) mendefinisikan
Jurnalisme dakwah adalah proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai
hal yang sarat dengan muatan nilai-nilai Islam. Suf Kasman (2004) memberi
definisi yang lebih lengkap untuk Jurnalisme Dakwah, yaitu proses meliput,
mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai
Islam dengan mematuhi kaidah-kaidah jurnalistik dan norma-norma yang bersumber
dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Pendapat ini sejalan dengan Malik
(1984) yang mendefinisikan Jurnalisme Dakwah sebagai proses meliput,
mengolah, dan menyebarkan berbagai peristiwa yang menyangkut umat Islam dan
ajaran Islam kepada khalayak, crusade journalism yang memperjuangkan
nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam.
Definisi yang lebih luas demukakan
oleh Emha Ainun Najib (dalam) Kasman, 2004: 20). Menurutnya, Jurnalistik Islami
adalah teknologi dan sosialisasi informasi dalam kegitan penerbitan tulisan
yang mengabdikan diri kepada nilai agama Islam.
Dalam
konteks pendidikan jurnalisme, wartawan muslim dilihat sebagai sosok juru
dakwah (da’i) di bidang pers, yakni mengemban da’wah bil qolam. Ia
menjadi khalifah (wakil) Allah di dunia media massa dengan memperjuangkan
tegaknya nilai-nilai, norma, etika, dan syariat Islam. Ia memiliki tanggung
jawab profetik Islam: mengupayakan agar ajaran Islam tetap dan selalu
fungsional serta aktual dalam kehidupan. Jurnalis muslim tidak boleh tinggal
diam beritu saja jika melihat ada kemunkaran dalam dunia yang digelutinya,
misalnya menyaksikan pencitraan yang negatif tentang Islam atau ada rekayasa
yang memojokkan Islam dan umatnya di media massa, maka jurnalis muslim harus
membela dan meluruskan sesuai dengan fakta (Romli, 2003)
C.
Ruang Lingkup Jurnalisme Dakwah
Ruang
lingkup jurnalisme dakwah sangat berpengeruh dalam media jurnalisme dakwah
dalam menyampaikan informasi, Ruang lingkup ini meliputi:
1)
Pesan
Pesan dalam jurnalisme dakwah berupa
tulisan jurnalistik yang bermuatan dakwah.
2) Media
Dalam media dikenal istilah “citizen jurnalism” yang berarti
jurnalisme masyarakat. Media dalam dunia pers Islam memiliki audience yang
khusus orang-orang Islam. Bentuk media jurnalistik dakwah yaitu: media cetak (
buletin masjid), mading mesjid, koran, majalah, tabloid dan lainnya.
a. Buletin masjid
Ciri-ciri buletin masjid yaitu : Buletin
masjid diterbitkan oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Buletin masjid
diterbitkan secara berkala satu minggu sekali (setiap hari Juma) atau sesuai
kebutuhan DKM, biasanya dibagikan secara gratis, tebal bulletin
biasanya empat halaman (kertas polio dilipat dua).
Kelebihan buletin masjid yaitu sebagai berikut yaitu: Media penyebar
gagasan dari DKM atau tokoh di masjid tersebut kepada jamaahnya, ajang
kreativitas DKM dan jama’ah dalam mengembangkan dakwah bil qalam.
Disamping ada kelebihan buletin masjid
juga memiliki kekurangan diantaranya yaitu, buletin masjid tidak dikelola
secara professional, tampilan, tata letak dan perwajahan tidak menarik,
membosankan, isi terkesan “menyerang” kelompok tertentu atau terkesan
menggurui, seringkali buletin masjid terbit secara tidak teratur.
b. Mading Masjid
Mading adalah salah satu jenis media
komunikasi massa tulis yang paling sederhana.disebut majalah dinding karena
prinsip dakwah dominan di dalamnya. Selain itu, pennyajian mading biasanya
dipampang di dinding atau sejenisnya.mading mesjid berarti mading yang
dipampang di masjid.
Manfaat mading masjid diantaranya sebagai
media komunikasi, wadah kreativitas, menanamkan kebiasaan membaca, pengisi waktu,
melatih kecerdasan berpikir, melatih berorganisasi, mendorong latihan menulis, Majemen
mading masjid.
Hal-hal yang perlu didiskusikan dalam pembuatan
mading masjid yaitu: Waktu terbit, tema, rubrik (Berita seputar masjid, cerpen,
puisi, sahabat madding, surat pembaca, profil, dll.), jadwal kerja (pengumpulan
materi, pemilihan materi, editing, lay out, dan menghias madding), evaluasi
madding, keberlanjutan mading masjid.
Madding masjid terdiri dari :
1.
Media elektronik berupa radio dan televisi.
2.
Media virtual (pesantren virtual, pers Islam
virtual,software Islam virtual, referensi Islam virtual, komunitas Islam
virtual,
dan masjid virtual).
c.
Pesantren virtual
Pesantren
virtual bisa berarti sebuah situs yang berisi ajaran-ajaran Islam sebagaimana
yang dipelajari di pesantren, seperti fiqh,tafsir, hadits,dan sebagainya,
walaupun tidak ada bentuk fisisk pesantren tersebut. Contohnya, www.pesantren virtual.com
Kelebihan pesantren virtual yaitu, memudahkan
kita mengetahui ajaran Islam seperti berapa besar zakat yang harus kita berikan
dan lainnya.
Selain
kelebihan pesanten virtual juga memiliki kekurangan yaitu, tidak bisa dipercayai
sepenuhnya sebab ada kemungkinan penyimpangan ajaran.
D.
Macam- macam Media
Jurnalistik
Saat
ini kita mengenal media massa cetak, media massa radio, media massa film
(bioskop), media massa televisi, kantor berita, media massa luar ruang (poster,
spanduk, billboard, balon) dan multi media (internet/web site).
Macam-macam media massa (Rivers, dkk.,
2004:20, Dominick, 1987:27)
a) Koran merupakan mendia cetak
harian. Di awal abad 19 koran mulai berubah dari bacaan kaum terpandang menjadi
bacaan massa. Penjualan koran secara langsung di pinggir-pinggir jalan kian
penting seiring dengan berkembangnya kota-kota.
b) Majalah juga merupakan
media cetak seperti koran. Tetapi majalah merupakan media cetak mingguan atau
bulanan.
c) Media siaran terdiri dari
radio dan televisi. Media siaran sifatnya menyentuh khalayak secara lebih luas.
d) Film.
e) Buku-Buku
Yang paling terkait
dengan pekerjaan jurnalistik adalah media massa cetak, radio, tivi dan kantor
berita. Sementara film, media luar ruang dan multi media kurang terkait dengan
kerja jurnalistik secara langsung.
Media
massa yang paling berpengaruh saat ini adalah televisi. Sebab daya jangkau
televisi sangat luas, serentak dan cepat. Nomor dua media massa cetak. Media
massa radio pernah berperan sangat besar pada waktu perang dunia I maupun II.
Sebab pada saat itu media televisi belum berkembang seperti sekarang. Media
kantor berita biasanya hanya berbentuk buletin atau kalau sekarang berupa web
site.
E.
Peranan Jurnalisme Dakwah
1.
Terhadap Jurnalis Muslim
Memberikan pembekalan
pada jurnalis muslim untuk memiliki kemampuan melek media yang dikenal dengan
istilah media literacy. Sehingga mampu memfilter mana berita yang benar dan
mana berita yang tidak benar seputar Islam yang akan disampaikan kepada
masyarakat.
Jurnalis muslim juga disadarkan untuk
membangun peradaban berawal dari masjid.sehingga tidak ada cerita banyak masjid
berdiri dengan megahnya tetapi tidak ada pengisinya. Jurnalis muslim ditunutun
untuk memakmurkan masjid lewat tulisannya di buletin masjid dan majalah dinding
(mading) masjid. Sebab siapa yang akan mengisi produk jurnalistik masjid itu
kalau bukan jurnalis muslim.
Jurnalis muslim pun
menjadi bagian dari umat Islam sebagimana telah dijelaskan sebelumnya. Mereka
menjadi duta Islam yang harus menjadikan mad’unya sebagai mitra dalam
berdakwah. Ia menulis, meliput, dan memberitakan Islam, sementara mad’unya
mengamalkan ajaran Islam yang disampaikann
Media cetak memiliki
pengaruh yang sangat penting dalam kestabilan sosial. Dengan adanya jurnalisme
dakwah, maka media cetak memiliki warna yang lebih variatif. Selain itu, wajah
media cetak pun lebbih berparas Islami.
Jurnalisme dakwah
dapat menjadi “agent” penghalau adanya hegemoni budaya Barat lewat media cetak.
Arus globalisasi yang kian menderas merubah budaya manusia. Banyak media ceetak
yang senang mengambil tema sekulerisme meski ada di dunia timur.. sehingga
pembaca pun mengikuti pemikiran itu. Khalayak kian jauh dari budaya asli
ketimuran.
Contoh lainnya, di
saat Kompas, Bali Pos, dan media lainnya mengecam Islam saat terjadi pengeboman
Bali, sehingga citra Islam menjadi buruk, maka Republika hadir dengan
informasinya seputar Islam yang dapat mencegah perusakan citra Islam itu.
Majalah pun tak lepas
dari peranan jurnalisme dakwah. Banyak majalah terbit yang bernuansa Islami,
seperti ANIDA, AL-WA’I, UMMI, dan lainnya. Buletin juga mengalami kemujuan yang
pesat. Sekarang ini banyak masjid mulai menerbitkan produk jurnalisnya dengan
membuat buletin. Perkembangan ini pun pempengaruhi ketertarikan lembaga-lembaga
Islam untuk menerbitkan buletin atau majalahnya yang Islami.
Perusahaan yang
bergerak dalam media cetak juga banyak yang gila iklan, sehingga nilai
komersialisme lebih mendominasi media itu dari pada nilai idealismenya. Karena
itu, jurnalisme dakwah dapat membawa media mempertahankan idelisme jurnalistik.
F.
Pengaruh
Media Terhadap Dakwah
Demikian
canggihnya perkembangan media komunikasi, baik cetak maupun elektronik, audio
maupun video, sehingga definisi berita (news) pun kini berubah. Sekarang ini,
berita dapat dinikmati setiap orang pada saat yang sama dengan event yang
terjadi. Dalam waktu yang sama dan menyebar luas di mana-mana. Tak ada lagi
filter yang menyaringnya, sehingga satu peristiwa yang tidak baik tersebar
dalam waktu yang sama dan diberbagai tempat. Satu-satunya filter yang sekarang
ini bisa kita lakukan adalah ajaran Islam yang melekat pada diri setiap muslim
yang melihat tayangan satu peristiwa.
Kecanggihan
inilah yang dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam, atau mereka yang tidak senang
dengan perkembangan Islam. Dengan semakin banyak memasukan hal-hal yang buruk
ini, yang bertentangan dengan ajaran Islam dengan tujuan untuk merusak umat
Islam, menghancurkan moral dan akhlak, agar Islam semakin lemah. Itulah salah
satu sumber akar permasalahan mengapa kita mengalami krisis moral dan krisis
akhlak yang semakin parah?
Karena
media-media Islam yang ditangani oleh para Fi Sabilillah memiliki kemampuan
sumber dana dan daya yang terbatas. Dunia ini memang sudah dipengaruhi oleh
nilai-nilai materialistis. Alhasil, media-media yang punya nilai menguntungkan
dari sisi bisnis lebih banyak didukung karena lebih tinggi nilai jualnya di
masyarakat ketimbang yang mengutamakan perbaikan akhlak.
Mengapa
media-media Islam sulit menjadi penyeimbang? Bisa jadi karena media Islam masih
bergelut dengan dirinya sendiri. Persoalan internal masih kerap menjadi
ganjalan pengembangannya, seperti terbatasnya dana produksi dan mismanajemen.
Sementara persoalan eksternal yang terus menjadi lingkaran setan adalah
kurangnya perusahaan yang beriklan di media Islam, hambatan politis karena
beberapa aturan, dan dukungan finansial dari pembaca yang lemah. Ada beberapa
media Islam yang dikelola secara jamaah (lembaga sosial-keagamaan) yang
dibiayai dari sumber-sumber lain dengan cross-budgeting relative bisa membantu
kelangsungan penerbitannya. Tapi masih sulit untuk mengimbangi media umum yang
lebih kuat dalam sumber daya, dan sumber dana sehingga bisa muncul lebih
menarik bagi masyarakat secara umum.
Sudah
waktunya media-media Islam kini meningkatkan profesionalismenya dalam segala
bidang sehingga bisa dicapai media Islam yang qualified, berbobot, dan
berkelanjutan. Untuk itu media Islam dikelola secara jamaah dengan dukungan
dana yang cukup. Para pengusaha muslim juga dianjurkan untuk gemar memasang
iklan perusahaannya di media-media Islam dengan niat mendukung gerakan dakwah.
Umat Islam juga dianjurkan untuk membeli media Islam sebagai imbangan informasi
yang datang secara liar dan tidak sekadar membaca di kios-kios, perpustakaan
atau meminjam kawan. Sedikit yang kita infakkan di sini merupakan investasi dakwah
di dunia dan akhirat kelak.
Generasi
muda Islam yang berbakat harus mulai terjun di bidang informasi dan komunikasi
melalui media-media Islam. Saran ini memang mungkin sangat praktis. Tetapi,
ketahuilah tanpa usaha-usaha yang demikian media Islam hanya menarik dalam
seminar-seminar, tapi sangat menyedihkan dalam pertarungannya di dunia
Informasi dan komunikasi media di era globalisasi seperti sekarang. Dan
akibatnya informasi berkembang semakin liar dan tak terkendali. Sementara itu
filter kita kaum muslimin akan semakin lemah. Karena itu mari kita dukung, kita
bantu, kita jaga keutuhannya media-media Islam untuk membentengi masyarakat
khususnya umat Islam dari pengaruh negatif media-media umum yang akan
menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai ajaran Islam.
Sebaliknya,
Di Barat,
khususnya di AS dan negara-negara Eropa, berbagai media massa dimanfaatkan
untuk menghantam ajaran Islam. Hingga kini, beberapa film bioskop dan televisi
yang menghina Islam, telah ditayangkan. Sebagai contoh, film Fitna adalah salah
satu film yang benar-benar menyimpangkan Islam dan Al-Quran. Lebih dari itu,
berita-berita minor sedemikian rupa dikemas media-media massa Barat untuk
mengambarkan penganut ajaran Islam yang radikal dan terbelakang. Hal itu dapat
dilihat dari pemberitaan minor dan penyimpangan fakta yang terjadi di
Palestina, Irak dan Afghanistan. Media-media Barat dari koran, radio hingga
televisi, secara kompak mempropagandakan anti Islam melalui artikel dan
karikatur-karikatur yang mendiskreditkan agama ini. Denmark adalah negara yang
cukup diikenal mempublikasikan karikatur penghinaan terhadap Nabi Besar
Muhammad Saww, bahkan hal itu dilakukan hingga beberapa kali.
Di tengah kondisi seperti ini, para
peserta konferensi media dunia Islam di Tunisia mengkaji segala potensi yang
dimiliki oleh dunia Islam untuk menghadapi berbagai sikap sentimen Barat atas
Islam. Salah satu misi utama media-media Islam yang ditekankan dalam konferensi
itu adalah menjawab segala tudingan yang tak berdasar dan mencerminkan hakekat
Islam yang tertuang dalam doktrinasi-doktrinasi agama ini. Kini, ummat Islam
sangat menyadari bahwa media dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk
menghadapi propaganda anti Islam. Melalui media, ummat Islam juga dapat
meng-counter isu-isu minor yang memojokkan agama ini.
Dengan demikian, ummat Islam
menggunakan senjata yang juga digunakan oleh Barat dalam menyerang Islam, yaitu
media. Salah satu contoh untuk mencerminkan wajah Islam yang sebenarnya adalah
membuat film kehidupan Rasulullah Saww dengan mencerminkan budi bekerti dan
akhlak mulia sosok ini, khususnya perilaku beliau Saw Dengan pemeluk agama
lain. Selain itu, hal yang juga dapat dilakukan adalah penulisan buku, makalah
dan wawancara dengan para pakar yang mengulas tentang potensi ajaran Islam untuk
menyelesaikan problema manusia yang sekaligus menjawab isu-isu miring tentang
agama langit ini.
Meski sebagian agenda dalam
meng-counter propaganda anti Islam sudah dilakukan, namun upaya itu masih belum
cukup menyusul propaganda luas Barat yang terus menyuarakan anti Islam.
G.
Fungsi Media sebagai Sarana Dakwah
Berdakwah
melalui Media Jurnalistik memiliki beberapa
fungsi, antara lain :
1. Untuk menyebarkan agama Islam kepada
manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga meratalah Islam sebagai Rahmatan
lil'alamin.
2. Melestarikan nilai-nilai Islam dari
generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya, sehingga keberlangsungan ajaran
Islam beserta pemeluknya dari generasi berikutnya tidak terputus.
3. Meluruskan akhlak yang bengkok,
mencegah kemungkaran, dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.
4. Menyerukan kepada orang non-muslim
untuk masuk Islam.
5. Menyerukan agar orang Islam
menegakkan hukum Islam secara total.
6. Menegakkan kebenaran dan mencegah
kemungkaran yang meliputi segala kemaksiatan baik yang dilakukan oleh pribadi
maupun kelompok.
7. Membentuk individu dan masyarakat
yang menjadikan Islam sebagai pegangan dan pandangan hidup di dalam
kehidupannya.
Daftar Pustaka
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama
Kusumaningrat.2012.Jurnalistik Teori dan
Praktik.Bandung: PT Remaja Rosdakarya