Rabu, 24 September 2014

Makalah Pengantar Jurnalistik


Pemanfaatan Media Jurnalstik Sebagai Sarana Dakwah






Makalah Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Jurnalistik
Di Susun Oleh :
             


Muhammad Syaihkodir                  (12530057)



FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN JURNALISTIK (B)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
RADEN FATAH PALEMBANG
2013









                                    Kata Pengantar
Assalamualaikum wr.wb
    Segala puji dan syukur kami panjatkan kepeda tuhan yg maha esa,karena atas berkat rahmat  dan limpahan rahmat nya lah maka kami bias menyelesaikan tugas sebuah makalah tentang pemanfaatan media jurnalistik sebagai sarana dakwah.
   Berikut ini kami persembahkan sebuah makalah tentang pemanfaatan media jurnalistik sebagai sarana dakwah yg menurut kami dapat memberikan manfaat yg besar bagi kita untuk mempelajari,mengetahui bagaimana manfaat media dalam sarana dakwah.
   Melalui kata pengantar ini kami terlebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yg kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
  Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah swt  memberkahi makalah ini sehingga dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum wr.wb
Palembang , Juni 2013

           penyusun


PENDAHULUAN
Dalam perkembangan sejarah kaum muslimin, persinggungan antara dakwah dengan berbagai permasalahan tidak dapat dihindarkan. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dakwah itu sendiri yaitu mengajak umat manusia untuk mengerjakan yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar. Proses untuk mengajak seseorang ataupun komunitas menuju arahan perilaku yang lebih baik dan menjauhi keburukan tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan. Semuanya harus melalui proses yang terencana dan terkonsep dengan baik. Disamping itu dibutuhkan pula media-media yang dapat membuat kegiatan dakwah menjadi lebih efektif dan efisien.
Menyadari arti penting penggunaan media tersebut, sejak jaman dahulu para da’i telah mamanfaatkannya untuk kepentingan dakwah. Untuk membuktikanya kita bisa menengok kembali dengan apa yang telah dilakukan oleh Walisongo dalam menjalankan syi’arnya. Mereka melihat bahwa budaya dapat dipakai sebagai sarana untuk mengembangkan dakwah. Oleh karena itu tidak mengherankan pada waktu itu produk budaya semisal wayang ataupun gamelan dimanfaatkan didalam dakwahnya.
Dalam masa yang lebih maju, media dakwah makin berkembang. Dakwah sudah tidak lagi dikembangkan hanya sebatas menggunakan media tradisional seperti itu saja akan tetapi sudah mulai dikembangkan melalui pemanfaatan media-media lain seperti melalui lembaga-lembaga formal maupun informal, dan juga pemanfaatan media massa cetak maupun media elektronik ataupun berbagai varian media lainya. 
PEMBAHASAN
A.       Sejarah Jurnalisme Dakwah
Jurnalisme pertama kali ada di Amerika saat munculnya “Acta Diurna”, sejenis mading untuk menginformasikan tentang keputusan senat. Jurnalisme merupakan dunia yang berkaitan dengan kejurnalistikan. Jurnalistik itu sendiri berarti segala aktivitas peliputan, pengolahan dan pemberitahuan berita atau informasi kepada masyarakat.
Adapun jurnalisme dakwah yaitu aktivitas peliputan, pengolahan dan pemberitahuan berita yang berisi amar ma’ruf nahi munkar. Tonggak jurnalisme dakwah adalah majalah “ Al-Urwatul Wusqa”, sebuah majalah yang dikelola oleh Jmaluddin al-Afghani dan Rasyid Ridha.
B.        Pengertian Junalisme Dakwah
Jurnalistik atau Journalisme  berasal dari perkataan Journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, bisa juga berarti surat kabar. Journal bersal dari perkataan Latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari.
MacDougall[1] menebutkan bahwa journalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa.Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang melakukan secara sadar dan berencana dalam berusaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan.
            Jurnalistik Islami adalah Jurnalisme dakwah, maka setiap jurnalis muslim, yakni wartawan dan penulis yang beragam Islam berkewajiban menjadikan Islam sebagai ideologi dalam profesinya, baik yang bekerja pada media massa umum maupun media massa Islam (Muis, 2001; Amir,1999). Di sisi lain dakwah merupakan kewajiban yang melekat pada diri setiap muslim.
            Romli (2003) mendefinisikan Jurnalisme dakwah adalah proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan nilai-nilai Islam. Suf Kasman (2004) memberi definisi yang lebih lengkap untuk Jurnalisme Dakwah, yaitu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam dengan mematuhi kaidah-kaidah jurnalistik dan norma-norma yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Pendapat ini sejalan dengan Malik (1984) yang mendefinisikan Jurnalisme Dakwah sebagai proses meliput, mengolah, dan menyebarkan berbagai peristiwa yang menyangkut umat Islam dan ajaran Islam kepada khalayak, crusade journalism yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam.
            Definisi yang lebih luas demukakan oleh Emha Ainun Najib (dalam) Kasman, 2004: 20). Menurutnya, Jurnalistik Islami adalah teknologi dan sosialisasi informasi dalam kegitan penerbitan tulisan yang mengabdikan diri kepada nilai agama Islam.
   Dalam konteks pendidikan jurnalisme, wartawan muslim dilihat sebagai sosok juru dakwah (da’i) di bidang pers, yakni mengemban da’wah bil qolam. Ia menjadi khalifah (wakil) Allah di dunia media massa dengan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai, norma, etika, dan syariat Islam. Ia memiliki tanggung jawab profetik Islam: mengupayakan agar ajaran Islam tetap dan selalu fungsional serta aktual dalam kehidupan. Jurnalis muslim tidak boleh tinggal diam beritu saja jika melihat ada kemunkaran dalam dunia yang digelutinya, misalnya menyaksikan pencitraan yang negatif tentang Islam atau ada rekayasa yang memojokkan Islam dan umatnya di media massa, maka jurnalis muslim harus membela dan meluruskan sesuai dengan fakta (Romli, 2003)
C.           Ruang Lingkup Jurnalisme Dakwah
 Ruang lingkup jurnalisme dakwah sangat berpengeruh dalam media jurnalisme dakwah dalam menyampaikan informasi, Ruang lingkup ini meliputi:
1)      Pesan
     Pesan dalam jurnalisme dakwah berupa tulisan jurnalistik yang bermuatan dakwah.
2)      Media
Dalam media dikenal istilah “citizen jurnalism” yang berarti jurnalisme masyarakat. Media dalam dunia pers Islam memiliki audience yang khusus orang-orang Islam. Bentuk media jurnalistik dakwah yaitu: media cetak ( buletin masjid), mading mesjid, koran, majalah, tabloid dan lainnya.
a.  Buletin masjid
        Ciri-ciri buletin masjid yaitu : Buletin masjid diterbitkan oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Buletin masjid diterbitkan secara berkala satu minggu sekali (setiap hari Juma) atau sesuai kebutuhan DKM, biasanya dibagikan secara gratis, tebal bulletin biasanya empat halaman (kertas polio dilipat dua).
Kelebihan buletin masjid yaitu sebagai berikut yaitu: Media penyebar gagasan dari DKM atau tokoh di masjid tersebut kepada jamaahnya, ajang kreativitas DKM dan jama’ah dalam mengembangkan dakwah bil qalam.
        Disamping ada kelebihan buletin masjid juga memiliki kekurangan diantaranya yaitu, buletin masjid tidak dikelola secara professional, tampilan, tata letak dan perwajahan tidak menarik, membosankan, isi terkesan “menyerang” kelompok tertentu atau terkesan menggurui, seringkali buletin masjid terbit secara tidak teratur.
b. Mading Masjid
        Mading adalah salah satu jenis media komunikasi massa tulis yang paling sederhana.disebut majalah dinding karena prinsip dakwah dominan di dalamnya. Selain itu, pennyajian mading biasanya dipampang di dinding atau sejenisnya.mading mesjid berarti mading yang dipampang di masjid.
        Manfaat mading masjid diantaranya sebagai media komunikasi, wadah kreativitas, menanamkan kebiasaan membaca, pengisi waktu, melatih kecerdasan berpikir, melatih berorganisasi, mendorong latihan menulis, Majemen mading masjid.
        Hal-hal yang perlu didiskusikan dalam pembuatan mading masjid yaitu: Waktu terbit, tema, rubrik (Berita seputar masjid, cerpen, puisi, sahabat madding, surat pembaca, profil, dll.), jadwal kerja (pengumpulan materi, pemilihan materi, editing, lay out, dan menghias madding), evaluasi madding, keberlanjutan mading masjid.
Madding masjid terdiri dari :
1.      Media elektronik  berupa radio dan televisi.
2.         Media virtual (pesantren virtual, pers Islam virtual,software Islam virtual, referensi Islam virtual, komunitas Islam virtual,
dan masjid virtual).
c.          Pesantren virtual
        Pesantren virtual bisa berarti sebuah situs yang berisi ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang dipelajari di pesantren, seperti fiqh,tafsir, hadits,dan sebagainya, walaupun tidak ada bentuk fisisk pesantren tersebut. Contohnya, www.pesantren virtual.com
Kelebihan pesantren virtual yaitu, memudahkan kita mengetahui ajaran Islam seperti berapa besar zakat yang harus kita berikan dan lainnya.
        Selain kelebihan pesanten virtual juga memiliki kekurangan yaitu, tidak bisa dipercayai sepenuhnya sebab ada kemungkinan penyimpangan ajaran.
D.          Macam- macam Media Jurnalistik
Saat ini kita mengenal media massa cetak, media massa radio, media massa film (bioskop), media massa televisi, kantor berita, media massa luar ruang (poster, spanduk, billboard, balon) dan multi media (internet/web site).
    Macam-macam media massa (Rivers, dkk., 2004:20,  Dominick, 1987:27)
a)   Koran merupakan mendia cetak harian. Di awal abad 19 koran mulai berubah dari bacaan kaum terpandang menjadi bacaan massa. Penjualan koran secara langsung di pinggir-pinggir jalan kian penting seiring dengan berkembangnya kota-kota. 
b)   Majalah juga merupakan media cetak seperti koran. Tetapi majalah merupakan media cetak mingguan atau bulanan. 
c)   Media siaran terdiri dari radio dan televisi. Media siaran sifatnya menyentuh khalayak secara lebih luas. 
d)   Film. 
e)   Buku-Buku
Yang paling terkait dengan pekerjaan jurnalistik adalah media massa cetak, radio, tivi dan kantor berita. Sementara film, media luar ruang dan multi media kurang terkait dengan kerja jurnalistik secara langsung.
Media massa yang paling berpengaruh saat ini adalah televisi. Sebab daya jangkau televisi sangat luas, serentak dan cepat. Nomor dua media massa cetak. Media massa radio pernah berperan sangat besar pada waktu perang dunia I maupun II. Sebab pada saat itu media televisi belum berkembang seperti sekarang. Media kantor berita biasanya hanya berbentuk buletin atau kalau sekarang berupa web site.

E.           Peranan Jurnalisme Dakwah
1.      Terhadap Jurnalis Muslim
Memberikan pembekalan pada jurnalis muslim untuk memiliki kemampuan melek media yang dikenal dengan istilah media literacy. Sehingga mampu memfilter mana berita yang benar dan mana berita yang tidak benar seputar Islam yang akan disampaikan kepada masyarakat.
         Jurnalis muslim juga disadarkan untuk membangun peradaban berawal dari masjid.sehingga tidak ada cerita banyak masjid berdiri dengan megahnya tetapi tidak ada pengisinya. Jurnalis muslim ditunutun untuk memakmurkan masjid lewat tulisannya di buletin masjid dan majalah dinding (mading) masjid. Sebab siapa yang akan mengisi produk jurnalistik masjid itu kalau bukan jurnalis muslim. 
Jurnalis muslim pun menjadi bagian dari umat Islam sebagimana telah dijelaskan sebelumnya. Mereka menjadi duta Islam yang harus menjadikan mad’unya sebagai mitra dalam berdakwah. Ia menulis, meliput, dan memberitakan Islam, sementara mad’unya mengamalkan ajaran Islam yang disampaikann
Media cetak memiliki pengaruh yang sangat penting dalam kestabilan sosial. Dengan adanya jurnalisme dakwah, maka media cetak memiliki warna yang lebih variatif. Selain itu, wajah media cetak pun lebbih berparas Islami.
Jurnalisme dakwah dapat menjadi “agent” penghalau adanya hegemoni budaya Barat lewat media cetak. Arus globalisasi yang kian menderas merubah budaya manusia. Banyak media ceetak yang senang mengambil tema sekulerisme meski ada di dunia timur.. sehingga pembaca pun mengikuti pemikiran itu. Khalayak kian jauh dari budaya asli ketimuran.
Contoh lainnya, di saat Kompas, Bali Pos, dan media lainnya mengecam Islam saat terjadi pengeboman Bali, sehingga citra Islam menjadi buruk, maka Republika hadir dengan informasinya seputar Islam yang dapat mencegah perusakan citra Islam itu.
Majalah pun tak lepas dari peranan jurnalisme dakwah. Banyak majalah terbit yang bernuansa Islami, seperti ANIDA, AL-WA’I, UMMI, dan lainnya. Buletin juga mengalami kemujuan yang pesat. Sekarang ini banyak masjid mulai menerbitkan produk jurnalisnya dengan membuat buletin. Perkembangan ini pun pempengaruhi ketertarikan lembaga-lembaga Islam untuk menerbitkan buletin atau majalahnya yang Islami. 
Perusahaan yang bergerak dalam media cetak juga banyak yang gila iklan, sehingga nilai komersialisme lebih mendominasi media itu dari pada nilai idealismenya. Karena itu, jurnalisme dakwah dapat membawa media mempertahankan idelisme jurnalistik.

F.            Pengaruh Media Terhadap Dakwah
         Demikian canggihnya perkembangan media komunikasi, baik cetak maupun elektronik, audio maupun video, sehingga definisi berita (news) pun kini berubah. Sekarang ini, berita dapat dinikmati setiap orang pada saat yang sama dengan event yang terjadi. Dalam waktu yang sama dan menyebar luas di mana-mana. Tak ada lagi filter yang menyaringnya, sehingga satu peristiwa yang tidak baik tersebar dalam waktu yang sama dan diberbagai tempat. Satu-satunya filter yang sekarang ini bisa kita lakukan adalah ajaran Islam yang melekat pada diri setiap muslim yang melihat tayangan satu peristiwa.
            Kecanggihan inilah yang dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam, atau mereka yang tidak senang dengan perkembangan Islam. Dengan semakin banyak memasukan hal-hal yang buruk ini, yang bertentangan dengan ajaran Islam dengan tujuan untuk merusak umat Islam, menghancurkan moral dan akhlak, agar Islam semakin lemah. Itulah salah satu sumber akar permasalahan mengapa kita mengalami krisis moral dan krisis akhlak yang semakin parah?
            Karena media-media Islam yang ditangani oleh para Fi Sabilillah memiliki kemampuan sumber dana dan daya yang terbatas. Dunia ini memang sudah dipengaruhi oleh nilai-nilai materialistis. Alhasil, media-media yang punya nilai menguntungkan dari sisi bisnis lebih banyak didukung karena lebih tinggi nilai jualnya di masyarakat ketimbang yang mengutamakan perbaikan akhlak.
            Mengapa media-media Islam sulit menjadi penyeimbang? Bisa jadi karena media Islam masih bergelut dengan dirinya sendiri. Persoalan internal masih kerap menjadi ganjalan pengembangannya, seperti terbatasnya dana produksi dan mismanajemen. Sementara persoalan eksternal yang terus menjadi lingkaran setan adalah kurangnya perusahaan yang beriklan di media Islam, hambatan politis karena beberapa aturan, dan dukungan finansial dari pembaca yang lemah. Ada beberapa media Islam yang dikelola secara jamaah (lembaga sosial-keagamaan) yang dibiayai dari sumber-sumber lain dengan cross-budgeting relative bisa membantu kelangsungan penerbitannya. Tapi masih sulit untuk mengimbangi media umum yang lebih kuat dalam sumber daya, dan sumber dana sehingga bisa muncul lebih menarik bagi masyarakat secara umum.
            Sudah waktunya media-media Islam kini meningkatkan profesionalismenya dalam segala bidang sehingga bisa dicapai media Islam yang qualified, berbobot, dan berkelanjutan. Untuk itu media Islam dikelola secara jamaah dengan dukungan dana yang cukup. Para pengusaha muslim juga dianjurkan untuk gemar memasang iklan perusahaannya di media-media Islam dengan niat mendukung gerakan dakwah. Umat Islam juga dianjurkan untuk membeli media Islam sebagai imbangan informasi yang datang secara liar dan tidak sekadar membaca di kios-kios, perpustakaan atau meminjam kawan. Sedikit yang kita infakkan di sini merupakan investasi dakwah di dunia dan akhirat kelak.
            Generasi muda Islam yang berbakat harus mulai terjun di bidang informasi dan komunikasi melalui media-media Islam. Saran ini memang mungkin sangat praktis. Tetapi, ketahuilah tanpa usaha-usaha yang demikian media Islam hanya menarik dalam seminar-seminar, tapi sangat menyedihkan dalam pertarungannya di dunia Informasi dan komunikasi media di era globalisasi seperti sekarang. Dan akibatnya informasi berkembang semakin liar dan tak terkendali. Sementara itu filter kita kaum muslimin akan semakin lemah. Karena itu mari kita dukung, kita bantu, kita jaga keutuhannya media-media Islam untuk membentengi masyarakat khususnya umat Islam dari pengaruh negatif media-media umum yang akan menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai ajaran Islam.
           Sebaliknya, Di Barat, khususnya di AS dan negara-negara Eropa, berbagai media massa dimanfaatkan untuk menghantam ajaran Islam. Hingga kini, beberapa film bioskop dan televisi yang menghina Islam, telah ditayangkan. Sebagai contoh, film Fitna adalah salah satu film yang benar-benar menyimpangkan Islam dan Al-Quran. Lebih dari itu, berita-berita minor sedemikian rupa dikemas media-media massa Barat untuk mengambarkan penganut ajaran Islam yang radikal dan terbelakang. Hal itu dapat dilihat dari pemberitaan minor dan penyimpangan fakta yang terjadi di Palestina, Irak dan Afghanistan. Media-media Barat dari koran, radio hingga televisi, secara kompak mempropagandakan anti Islam melalui artikel dan karikatur-karikatur yang mendiskreditkan agama ini. Denmark adalah negara yang cukup diikenal mempublikasikan karikatur penghinaan terhadap Nabi Besar Muhammad Saww, bahkan hal itu dilakukan hingga beberapa kali.
            Di tengah kondisi seperti ini, para peserta konferensi media dunia Islam di Tunisia mengkaji segala potensi yang dimiliki oleh dunia Islam untuk menghadapi berbagai sikap sentimen Barat atas Islam. Salah satu misi utama media-media Islam yang ditekankan dalam konferensi itu adalah menjawab segala tudingan yang tak berdasar dan mencerminkan hakekat Islam yang tertuang dalam doktrinasi-doktrinasi agama ini. Kini, ummat Islam sangat menyadari bahwa media dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk menghadapi propaganda anti Islam. Melalui media, ummat Islam juga dapat meng-counter isu-isu minor yang memojokkan agama ini.
            Dengan demikian, ummat Islam menggunakan senjata yang juga digunakan oleh Barat dalam menyerang Islam, yaitu media. Salah satu contoh untuk mencerminkan wajah Islam yang sebenarnya adalah membuat film kehidupan Rasulullah Saww dengan mencerminkan budi bekerti dan akhlak mulia sosok ini, khususnya perilaku beliau Saw Dengan pemeluk agama lain. Selain itu, hal yang juga dapat dilakukan adalah penulisan buku, makalah dan wawancara dengan para pakar yang mengulas tentang potensi ajaran Islam untuk menyelesaikan problema manusia yang sekaligus menjawab isu-isu miring tentang agama langit ini.
            Meski sebagian agenda dalam meng-counter propaganda anti Islam sudah dilakukan, namun upaya itu masih belum cukup menyusul propaganda luas Barat yang terus menyuarakan anti Islam.

G.    Fungsi Media sebagai Sarana Dakwah
      Berdakwah melalui Media Jurnalistik  memiliki beberapa fungsi, antara lain :
1.      Untuk menyebarkan agama Islam kepada manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga meratalah Islam sebagai Rahmatan lil'alamin.
2.      Melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya, sehingga keberlangsungan ajaran Islam beserta pemeluknya dari generasi berikutnya   tidak terputus.
3.      Meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemungkaran, dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.
4.      Menyerukan kepada orang non-muslim untuk masuk Islam.
5.      Menyerukan agar orang Islam menegakkan hukum Islam secara total.
6.      Menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran yang meliputi segala kemaksiatan baik yang dilakukan oleh pribadi maupun kelompok.
7.      Membentuk individu dan masyarakat yang menjadikan Islam sebagai pegangan dan pandangan hidup di dalam kehidupannya.


Daftar Pustaka
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat.2012.Jurnalistik Teori dan Praktik.Bandung: PT Remaja Rosdakarya


[1] Curtis D. MacDougall, Interpretative Reporting, Macmillan Publishing Co.,Inc., New York, 1972

Tidak ada komentar:

Posting Komentar